masih ingatkan sama sun go kong? pasti lah kan dlu acara ini booming banget di indonesia,,
sebelumnya tahu nggak legenda dari cerita itu? meskipun ini cerita dari agama hindu, gak ada salahnya kan kita tahu legenda nya?,,, langsung aja deh,, check this out!!..
sebelumnya tahu nggak legenda dari cerita itu? meskipun ini cerita dari agama hindu, gak ada salahnya kan kita tahu legenda nya?,,, langsung aja deh,, check this out!!..
Nama Sun Go Kong bagi masyarakat kita sudah tidak asing lagi. Sebuah stasiun televisi swasta pernah menayangkan film serial “Kera Sakti” ini sampai berulang-ulang. Sun Go Kong dikenal karena kesaktiannya melawan segala jenis siluman. Selain dia, tokoh sentral lainnya dalam film ini adalah biksu Tong yang selalu mengendalikannya selama perjalanannya ke Barat mencari kitab suci.
Pertanyaannya, apakah tokoh Hsuan-tsang yang dalam cerita serial “Kera Sakti” terkenal sebagai biksu Tong itu benar-benar pernah hidup di Tiongkok? Dari beberapa literatur yang ada menunjukkan bahwa tokoh Hsuan-tsang ini adalah seorang biksu yang ditasbihkan pada umur 13 tahun dan hidup di Tiongkok sekitar tahun 602-664, dikenal juga dengan nama aslinya Chen-I, mendapatkan gelar San-Tsang atau Mu-Ch’a-T’i-P’o (Moksadeva) atau Yuan-tsang (di Jepang dikenal dengan nama Genjo). Beliau tercatat sebagai biksu dan penziarah dari Tiongkok yang terbesar sepanjang sejarah dan hidup pada masa Dinasti Tang (618-907), yang menunggang kuda melakukan perjalanan ke India melewati Himalaya selama 4 tahun perjalanan (dalam usia 23 tahun).
Beliau sempat tinggal selama 10 tahun di India untuk mempelajari dan menerjemahkan berbagai kitab Sansekerta Tripitaka ke dalam bahasa China, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 645 dengan membawa pulang 658 teks agama Buddha dan berbagai sutra Mahayana. Karya terjemahannya dan juga tulisan perjalanannya ke Asia Tengah dan India yang penuh dengan data yang akurat merupakan suatu fakta sejarah tak ternilai bagi para sejarawan dan arkeologis saat ini. Nama beliau dapat disejajarkan dengan para sesepuh Mahayana (Tripitaka Master) seperti Mahadeva, Asvaghosa, Nagarjuna, Atisa, Vasubandhu, Bodhidharma, Shanti-Deva, Asanga, Arya-Deva, Tao-An, Kumarajiva, Kobo-Daishi termasuk Buddhaghosa (Theravada).
Mengembara ke India Terlahir dalam keluarga cendekiawan turun-temurun yang menganut paham Confucianis di mana atas pengaruh kakaknya yang menyenangi agama Buddha, akhirnya mereka berdua melakukan perjalanan ke Ch’ang-an dan kemudian ke Ssu-ch’uan (sekarang Szechwan) guna menghindari konflik politik yang terjadi. Semasa berada di Ssu-ch’uan, Hsuan-tsang mulai mempelajari filosofi Buddhis tetapi menemukan banyak sekali perbedaan dan kontradiksi dari berbagai kitab yang dibacanya. Karena tidak menemukan jawaban yang memuaskan dari gurunya, akhirnya beliau memutuskan untuk pergi ke India.
Hsuan-tsang muda melakukan perjalanan ke utara di Padang Pasir Takla Mak’an melewati sumber mata air Turfan, Karashar, Kucha, Tashkent dan Samarkand untuk kemudian memasuki Gerbang Besi Bactria, melewati pegunungan Hindu Kush sampai ke Kapisha, Gandhara, dan Kashmir di sebelah Tenggara India. Dari sana beliau menaiki perahu menjelajahi sepanjang Sungai Gangga sampai ke Mathura, dan mencapai tanah suci agama Buddha di bagian timur Sungai Gangga pada 633. Hsuan-tsang mulai mengunjungi berbagai tempat keramat yang berkaitan dengan kehidupan sang Buddha di sepanjang sungai Timur sampai Barat.
Kemudian sebagian besar waktunya dihabiskan di Nalanda (pimpinan universitas saat itu adalah Silabhadra yang bergelar ‘Mustika Kebenaran’) yang merupakan satu-satunya pusat pengkajian Buddha yang terbesar saat itu (Nagarjuna juga mulai mempelajari Buddha dari sana). Hsuan-tsang muda mempelajari bahasa Sansekerta, filsafat Buddhis dan filsafat India. Sewaktu berada di India, Hsuan-tsang terkenal akan kecendekiawanannya, sehingga raja yang berkuasa di India bagian utara, Raja Harsa menemui secara pribadi untuk memberikan penghargaan kepadanya. Akhirnya dengan bantuan dari Raja Harsa, beliau dapat menyelesaikan tugasnya dan kembali ke Tiongkok (tahun 643) dengan fasilitas yang disediakan oleh Raja berupa 20 ekor kuda yang membawa 527 peti naskah.
Kembali ke Tiongkok Hsuan-tsang kembali ke Ch’ang-an (ibu kota negara T’ang) pada 645 setelah meninggalkan negaranya selama 16 tahun. Beliau disambut dengan meriah di ibu kota dan beberapa hari kemudian di depan khalayak ramai, Raja menawarkan posisi menteri di pemerintahan dengan pertimbangan bahwa Hsuan-tsang mempunyai pengalaman luas di berbagai negara asing. Namun terdorong oleh niatnya yang besar untuk mengabdi dalam Buddha, beliau menolak secara halus penawaran Raja tsb. Hsuan-tsang menghabiskan sisa waktunya dengan menerjemahkan sekitar 657 naskah yang dikemas dalam 520 peti (literatur lain menuturkan 527 peti) yang dibawanya kembali dari India.
Beliau menyelesaikan 73 naskah (literatur lain menyebutkan 75 naskah) yang terbagi atas 1,330 bagian, di mana sebagian besar merupakan rujukan utama dalam Tripitaka Mahayana seperti Prajnaparamita Hrdaya Sutra, naskah Yogacara, Madhyamaka dan naskah Vasubandhu yakni Trimsika atau dikenal juga dengan nama Vijnaptimatrasiddhi. Selain itu terdapat juga naskah dari sejumlah sekte lainnya seperti dari Hinayana, Theravada, Vinaya, Mahasanghika dan Risalah, termasuk naskah pengetahuan umum dan naskah tata bahasa.
Pokok-pokok Pikirannya Karya Hsuan-tsang lebih berdasarkan filsafat ajaran Yogacara (Vijnanavada/Wei-shih cung) yang dikembangkan oleh Asanga dan Vasabhandhu, di mana bersama dengan muridnya K’uei-chi (632-682) mendirikan sekte Wei-shih (Hanya Kesadaran/Vijnana) yang tertuang dalam karya Hsuan-tsang , Ch’eng-wei-shih-lun (Treatise on the Establishment of the Doctrine of Consciousness Only) yang menjelaskan bagaimana bisa terdapat suatu dunia emperikal yang umum untuk setiap individu yang memiliki badan dan penyerapan yang berbeda dapat merupakan pembentuk pikiran bersama terhadap suatu tujuan tertentu. Menurut Hsuan-tsang, benih karma universal yang tersimpan dalam gudang kesadaran (alayavijnana) merupakan pembentuk umum dan benih karma tertentu sebagai pembentuk pembeda masing-masing individu.
Pokok
utama ajaran ini mengatakan bahwa seluruh dunia ini terbentuk karena
pikiran. Bentuk-bentuk tampak luar adalah tidak nyata (maya), tidak ada
yang nyata diluar pikiran. Pendapat umum tentang adanya bentuk luar
hanyalah disebabkan konsepsi yang salah dimana dapat dihilangkan dengan
proses meditasi yang menarik kembali semua bentuk luar yang bersifat
maya tersebut (semacam vipassana bhavana). Benih karma merupakan
pembentuk pancaskandha yang terkumpul dalam gudang kesadaran dimana
membentuk pikiran atas keberadaan dunia luar berdasarkan persepsi dan
cita. Gudang kesadaran inilah yang harus disucikan dari dualitas
subyek-obyek dan keberadaan yang maya dengan menempatkannya pada alam
kemurnian yang dapat disamakan dengan kenyataan atau kesamaan yang
menunjukkan sifat dasar dari semua benda sesuai apa yang telah
ditentukan (tathata). Alam kesadaran inilah yang dicapai oleh para
Bodhisattva sebagaimana tercermin dari konsep Trikaya.
Perkembangan
Ajaran Pokok pikiran ajaran tersebut sempat populer pada masa kehidupan
Hsuan-tsang dan K’uei-chi , tetapi karena filsafat dan terminologi
ajaran tersebut yang kurang dimengerti dan sulit dicerna secara umum,
demikian juga bentuk pemahaman yang berkaitan dengan analisa pikiran dan
perasaan merupakan suatu hal yang asing bagi tradisi di Tiongkok saat
itu, maka dengan meninggalnya Hsuan-tsang dan K’uei-chi, sekte ini pun
akhirnya mengalami kemerosotan. Pada saat meninggalnya Hsuan-tsang, Raja
T’ang mengumumkan hari berkabung nasional selama tiga hari guna
menghormati segala pengorbanan yang telah dilakukan oleh Hsuan-tsang
yang ditunjukkan oleh pengabdiannya yang tanpa pamrih dalam
mengembangkan Buddhisme di Tiongkok.
Tercatat dalam beberapa
literatur bahwa pada masa kehidupan Hsuan-tsang, terdapat seorang biksu
Jepang yang bernama Dosho sempat singgah ke Tiongkok pada tahun 653 dan
belajar di bawah bimbingan Hsuan-tsang, di mana sesudah menyelesaikan
pelajarannya, biksu Dosho kembali ke Jepang untuk mengenalkan doktrin
tersebut, dan kemudian menjadi terkenal akan Vihara Gongo. Selama abad
ke-7 dan ke-8, sekte ini dikenal dengan nama Hosso (Fa-hsiang) dan
merupakan sekte yang paling mempengaruhi semua sekte Buddhis yang ada di
Jepang sampai saat ini. Biksu Dosho merupakan biksu pertama di Jepang
yang jasadnya dikremasikan secara Buddhis. Selain di Jepang, ajaran
Hsuan-tsang juga menyebar ke Korea.
Selain melakukan penerjemahan
naskah-naskah, Hsuan-tsang juga menulis cerita perjalanannya ke Barat
(India) yang diberi judul Ta-T’ang Hsi-yu-chi (Catatan Perjalanan ke
Barat semasa Dinasti T’ang Agung), merupakan suatu catatan dari berbagai
negara yang dilewatinya sewaktu melakukan perjalanan ke Barat mengambil
kitab suci.
2 komentar:
mantabs nih gan..... bisa bagi-bagi informasi yang bermanfaat
sekedar pembetulan, kisah Xi Youji alias Journey to the West ini basisny dr agama Buddha dan ejaan nama Tang Xuanzang yg bnr dlm ejaan bhs Jepang adlh Sanzo
Posting Komentar
semoga bermanfaat